Pos terakhirku, "LPJ, Oh Men" tanggal 26 Juni 2013. Hampir sepuluh bulan saya tidak posting di blog yang tersayang ini -kalau sayang seharusnya dirawat kan ya?-. Tentang LPJ-an Olimpiade HMJ kemaren? Tenaaang.. masalah itu sudah lama usai. Bahkan sekarang akan dilaksanakan lagi Olimpiade Geografi Tahun 2014. hehe..Selama hampir sepuluh bulan tidak posting, bukan berarti tidak ada pengalaman atau tidak ada kegiatan yang bisa saya cerikatakan. Justru karena saking banyaknya kegiatan dan saking banyaknya pengalaman sampai saya lupa untuk menuliskannya. hahaha.. gaya banget ya..
Rabu 09 April 2014, saya pulang ke kampung halaman di Kabupaten Ponorogo. Ingat kan tanggal 09 April 2014 merupakan hari pemilu legislatif. Saya pulang Rabu pagi untuk berpartisipasi dalam pemilu. Karena takut tidak nutut, akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan jasa travel. Berangkat dari Malang pukul 06.00 WIB, saya tiba di Kampung Halaman sekitar pukul 09.30 WIB. Karena travel hanya mengantarkan saya sampai di jalan raya saja, saya meminta keponakan saya untuk menjemput saya di tempat saya diturunkan oleh travel tersebut. Ketika jemputan belum sampai, saya mendapatkan sms dari Mbak saya "Nduk.. tekan ngendi? ayo nyoblos bareng, tak enteni". Hemm.. ternyata Mbak saya menunggu saya untuk berangkat bareng dalam pemilu.
Setelah sampai di Rumah, saya tidak langsung bersiap-siap untuk nyoblos. Saya makan dulu. Mandi dulu. Bercanda dulu. Ngobrol dulu. Dan baru sekitar pukul 11.00 WIB saya berangkat ke TPS. Panitia yang ada di TPS agak kaget rupanya. Mungkin karena mereka mengira kalau saya tidak pulang saat pemilu seperti sekarang ini. Sebenarnya kalau saya mau, saya bisa nyoblos di Malang, tapi saya lebih memilih untuk nyoblos di Kampung Halaman. Sekalian pulang. Sekalian ketemu dengan Bapak, Simbok, Mbak, Mas dan keponakan. hehe.. Dan memang saya sudah 1/4 tahun tidak ketemu dangan Bapak Simbok. Sejak liburan semester ganjil saya belum pulang kampung. Sehingga moment 09 April ini rasanya tepat untuk birrul walidain setelah rencana pulang tanggal 27 Maret 2014 gagal karena beberapa hal.
Saat sampai di TPS, saya disambut baik. Panitia rata-rata agak sepuh (tua). Dan saya diingatkan untuk berhati-hati dalam menentukan pilihan. Saya jawab saja "Enggeh Pak..". Selama ini saya sering mendengar tentang politik uang. Berita-berita yang ada di TV, radio, surat kabar dan media lainnya sudah sering mengabarkan hal serupa. Tapi saya tidak pernah menyangka kalau hal tersebut terjadi juga di sekitar saya. Saya mendengarkan kabar bahwa daerah sekitar tempat tinggal saya dikuasai oleh Partai tertentu. Jadi harusnya saya pilih Partai tersebut. Mereka merekrut beberapa penduduk asli tempat tinggal sebagai kader yang mengkoordinir warga untuk memilih partainya. Dari yang saya dengar Partai tersebut memberikan uang sebesar Rp. 25.000,- dengan syarat mereka memilih Partai tersebut. Anehnya Partai tersebut mengaku bahwa mereka yang selama ini membangun jalan di Desa saya, sehingga warga di Desa saya harus memilih Partai tersebut. Pertanyaan saya, bukankah yang membangun jalan lokal itu adalah pemerintah daerah? Kalau toh mereka membangun jalan Desa saya ketika mereka memiliki jabatan di pemerintahan, bukankah itu sudah menjadi kewajiban mereka? hemm..
Cara itu mungkin memang ampuh. Terbukti, di TPS tempat saya nyoblos suara tertinggi dipegang oleh Partai tersebut. Jujur saya tidak nyoblos Partai tersebut. Bukan karena saya tidak mendapatkan Rp. 25.000,-. Bukan itu. Saya dan setiap orang yang keberadaannya di luar daerah asal tidak mendapatkan uang tersebut karena diperkirakan mereka tidak akan nyoblos di Desa asal. Satu keluarga saya tidak hanya satu pilihan. Tapi bukan berarti mereka memilih Partai yang telah menyebarkan Rp.25.000,- tersebut. Tidak begitu juga.
Memilih Partai yang berbeda, kan sesuai hati nurani to? hehe.. Ketika Mbak saya berkomentar tentang pilihan saya, saya hanya menjawab "Aku melu nyoblos, nanging nyoblosku ora melu-melu". hehe..
Okee.. Minggu, 12 April 2014 saya harus kembali ke Malang, karena Senin kuliah. Berangkatnyapun harus pagi benar, karena siang hari sudah ada yang menanti (cucian). hehe.. Sambil mempersiapkan bekal dan keperluan yang saya bawa kembali ke Malang, Mbak saya memanggil dari kejauhan. "Nduk..", "Dalem.." jawab saya. "Wonten nopo Mbak?" tanya saya kepada Mbak. "Mergo awakmu nyoblos, jarene awakmu entuk duwit. Tapi duwite saiki sek digowo Pak 'X' -salah satu kader Partai yang menguasai daerah tempat tinggal saya-, tapi arep diwehne awakmu". Gleg... saya tertegun. saya menoleh ke arah Mbak saya dengan heran "Nopo Mbak???"
Bahkan ini sudah usai pemilu, masih saja Partai itu menebarkan Rp25.000,-. Bukankah memberikan suara pada saat pemilu itu sudah menjadi hak saya??
Meskipun sampai saat ini saya tidak menerima uang itu -karena saya sudah buru-buru kembali ke Malang-, saya tertawa kalau mengingat bahwa saya juga mendapatkan Rp25.000,- itu. Mereka mengira bahwa saya nyoblos partai mereka. Padahal.. aku melu nyoblos, nanging nyoblosku ora melu-melu!
hehehe..
bismillah,,
BalasHapusCeritanya sudah dapat membawa pembaca dalam alur cerita yang di bawakan,,
sedikit tambahan,,, kalau bisa ceritanya mengunakan bahasa indonesia secara penuh
saranya buat penulis adalah TERUSS DI TINGKATKAN LAGI YA, PERBANYAK KARYANYA :)